Sejak lahir kita ini sudah disuruh belajar oleh Sang Pencipta. Dari
mulai bejalar bicara, belajar tengkurep, belajar berdiri, belajar
berjalan, belajar berlari… kemudian belajar terbang (maksudnya naik
pesawat, hehehe…). Kita bisa bicara mulai dari mengucap “mama”, “mimi”,
“papa”, “pipi”, dan seterusnya. Kita ini telah melewati rangkaian proses
belajar yang luar biasa hingga sampai pada diri kita yang sekarang ini.
Yang tidak pernah lepas dari proses belajar tersebut adalah tantangan,
hambatan, keterbatasan sumber daya dan uji ketabahan.
Oleh karena itu, kita pasti pernah menghadapi masa-masa sulit dan
prihatin. Seperti ketika ingin kuliah, tapi tidak ada biaya. Sementara
penghasilan masih pas-pasan untuk makan dan biaya kebutuhan hidup
sehari-hari. Atau ketika kuliah S2 di Perguruan Tinggi favorit yang
sangat mahal namun istri sakit, melahirkan, atau yang lain yang
membutuhkan banyak biaya. Di saat-saat seperti itulah optimisme
dibutuhkan. Optimisme adalah keyakinan diri bahwa kita pasti bisa
menghadapi keadaan apa pun yang harus kita hadapi.
Dari sudut pandang kecerdasan emosional; optimisme, seperti harapan,
berarti memiliki pengharapan yang kuat bahwa secara umum, segala sesuatu
dalam kehidupan akan beres, kendati ditimpa kemunduran dan frustasi.
Optimisme merupakan sikap yang menyangga orang agar jangan sampai
terjatuh ke dalam kemasabodohan, keputusasaan, atau depresi bila
dihadang kesulitan. Sementara itu, Martin Seligman, ahli psikologi di
University of Pennsylvania menyimpulkan bahwa orang yang optimis
menganggap kegagalan disebabkan oleh sesuatu hal yang dapat diubah
sehingga mereka dapat berhasil pada masa-masa mendatang; sementara orang
yang pesimis menerima kegagalan sebagai kesalahannya sendiri,
menganggapnya berasal dari pembawaan yang telah mendarah daging yang
tidak dapat mereka ubah. Demikianlah hal penting mengenai optimisme yang
dijelaskan Daniel Goleman dalam bukunya, Emotional Intelligence, yang pada awal kemunculannya membuat heboh dunia.
Banyak pelajar kita yang merasakan betapa pedihnya ketika tamat SMA
ingin melanjutkan kuliah, tapi tidak ada biaya. Akhirnya mereka terpaksa
harus masuk Hard University atau universitas kehidupan yang
berhadapan langsung dengan kesulitan, persaingan dan kerasnya kehidupan.
Jika mereka masih menyimpan impian, harapan dan tetap optimis bahwa
suatu hari nanti pasti ada jalan untuk melanjutkan pendidikan ke
jenjang yang lebih tinggi, pasti akan terbuka jalan untuk mewujudkan
impian itu. Namun sebaliknya, jika keinginan untuk melanjutkan kuliah
lagi telah padam maka hampir bisa dipastikan, sampai SMA saja pendidikan
formal mereka.
Masih banyak anak muda yang bernasib kurang beruntung. Misalnya
mengalami keterbatasan ekonomi, walaupun otaknya mungkin cerdas dan
ingin menempuh pendidikan setinggi mungkin tetapi terpaksa mengubur
impiannya karena keterbatasan tersebut. Harapannya terkubur oleh
kekurangan, optimismenya terkikis oleh keadaan. Akhirnya mereka
menjalani hidup apa adanya, yang penting bisa makan, berpakaian dan
hidup seperti orang pada umumnya. Padahal sesungguhnya mereka bisa
berbuat lebih dari itu. Ini hanyalah sebagai gambaran bahwa sikap
optimis itu sangat diperlukan jika kita didera berbagai masalah dan
kesulitan. Oleh karena itu, kita harus tetap optimis dalam menatap masa
depan; tidak loyo, putus asa, atau pasrah secara pasif dalam menghadapi
nasib yang kurang menguntungkan. Lihat bangsa Jepang yang hancur porak
poranda setelah di bom atom ketika Perang Dunia II, tetapi mereka bisa
bangkit dan maju seperti sekarang.
Sikap mental orang pesimis menjurus kepada keputusasaan, sikap mental
orang optimis memancarkan harapan. Sikap mental kedua, yaitu orang
optimis yang harus kita peluk erat. Optimis sepanjang waktu akan membuat
kita tetap bersemangat menjalani hari-hari yang kadang kita rasa
membosankan. Saat kita di berada bawah, mungkin kita tidak suka, apalagi
menikmatinya. Saat kita menjadi orang yang disuruh-suruh, ditekan,
harus begini dan begitu; menuruti apa pun kata bos atau atasan kita…
lama-lama mana tahan! Di saat seperti itulah kita butuh kesabaran
ekstra, dan sekali lagi, tetap optimis bahwa tidak selamanya kita akan
sepeti itu. Kita harus berubah dan bergerak maju; itu harga mati yang
harus dibayar jika kita tidak ingin selalu menjadi orang yang
diinjak-injak harga diri dan kebebasannya. Namun, mana mungkin kita akan
maju jika kita loyo? Mana mungkin kita menjadi lebih baik dan
berkualitas jika kita pesimis? Mana mungkin kita sukses jika kita tidak
punya harapan?
Optimislah sepanjang waktu karena optimis itu melahirkan semangat
untuk menjalani dan mengisi setiap waktu hidup kita dengan prestasi
terbaik. Apa pun profesi kita saat ini, dengan optimisme kita akan
melakukan perkerjaan dengan sebaik-baiknya. Kita tidak takut menghadapi
tantangan. Kita tidak miris menghadapi dunia yang selalu berubah dan
menuntut perubahan diri kita juga. Jaman dahulu orang bepergian naik
hewan, seperti kuda, keledai atau onta. Di abad 20 manusia sudah sampai
di bulan, dan sekarang dunia seakan tak berjarak dengan canggihnya
teknologi informasi. Internet sudah menjangkau di seluruh pelosok dunia.
Jika teknologi saja terus berkembang maka mau tidak mau pikiran kita
juga harus berkembang. Pikiran yang berkembang adalah milik orang-orang
yang optimis sepanjang waktu, tidak peduli ekonomi sedang makmur maupun
krisis. Kitalah yang harus menjadi orang-orang yang optimis tersebut;
yang senantiasa menatap masa depan dengan penuh harapan dan persepsi
bahwa masa depan adalah masa yang penuh kesuksesan bagi kita.
Kita harus selalu memiliki keyakinan bahwa hari esok selalu labih
baik dari sekarang dan masa depan pada akhirnya adalah masa-masa indah
yang bertabur kesuksesan. Kita tidak punya pilihan jika ingin sukses,
yakni dengan menjadikan hari esok selalu lebih baik dari sekarang.
Karena jika hari ini sama dengan kemarin, kita termasuk orang yang rugi.
Dan apabila hari ini lebih buruk dengan hari kemarin maka kita termasuk
orang yang celaka (bangkrut).
Berusahalah untuk senantiasa berubah menjadi lebih baik waktu demi
waktu sehingga hidup kita juga akan berubah. Apa pun definisi kesuksesan
menurut kita, untuk mencapainya kita dituntut untuk berubah sehingga
kita memiliki kualitas diri yang layak mendapatkan kesuksesan yang kita
idam-idamkan tersebut.
Tetaplah optimis, Tuhan bersama kita!
0 komentar:
Posting Komentar